Globalisasi
politik adalah proses suatu negara untuk mengembangkan politik dalam negerinya
kedalam suatu lingkup dunia internasional.
Dari sisi politik, gelombang globalisasi yang sangat kuat
yakni gelombang demokratisasi. Sesudah perang dingin dan rontoknya komunisme,
umat manusia menyadari bahwa hanya prinsip-prinsip demokrasi yang dapat membawa
manusia kepada taraf kehidupan yang lebih baik. Angin demokratisasi telah
merasuk ke dalam hati rakyat di setiap negara. Mereka melakukan gerakan sosial
dengan menggugat dan melawan sistem pemerintahan diktator atau pemerintahan
apapun yang tidak memihak rakyat.
kedaulatan negara, proses penyelesaian
masalah, organisasi internasional, hubungan internasional dan budaya politik.
Kelima ide tersebut berhubungan dengan dimensi material pada suatu peningkatan
dan saling berhubungan diantara unit-unit ekonomi yang terpisah dari
masyarakat.
Kedaulatan negara merupakan ide
dari proses transformasi bentuk negara di dunia. Ide ini dimulai dari tingkatan
non politik, hubungan antar masyarakat sampai kebutuhan untuk mengeksiskan
sumberdaya di sebuah negara dan kemungkinan pergantian konsep pemerintahan.
Peningkatan hubungan ekonomi dan kebudayaan antar negara mengurangi kekuasaan
dan keaktifan pemerintah pada tingkat negara-bangsa dan pemerintahan. Sehingga
pemerintah tidak dapat lagi menghegemoni pemikiran dan bentuk-bentuk
perekonomian pada wilayahnya. Akhirnya instrumen-instrumen yang telah dibangun
pemerintah menjadi tidak efektif.
Kekuatan demokrasi (yang dipahami
sebagai kekuatan massa)
memakai media partai sebagai corong pembelaan ideologinya. Partai sendiri
mencoba untuk mengatur kesejahteraan anggota partainya masing-masing. Untuk itu
perlu stabilitas politik yang mantap. Konsep stabilitas politik yang mantap,
bukan hanya trade mark penganut Rostowian, fenomena negara-negara komunis pun
menunjukkan hal yang serupa. Sebagai langkah taktis maka negara telah membuat
beberapa kerangka kebijakan. Kebijakan tersebut dijabarkan oleh Waters (1995)
menjadi pertama pembangunan kapasitas negara itu sendiri, sehingga pemberdayaan
swasta menjadi sektor yang penting. Di titik ini negara hanya berperan untuk
mancerdaskan masyarakatnya dengan melakukan pendidikan politik. Kedua tempat
atau kekuasaan negara menjadi tersembunyi dibalik kekuasaan para birokrat.
Ketiga intervensi dari negara cenderung merusak kestabilan dan mekanisme pasar.
Keempat negara tidak mampu lagi memberikan kemanan seperti terorisme, sindikat
obat-obatan, AIDS dan lingkungan. Kelima Dengan persekutuan internasional,
negara menjadi lebih berbahaya dari keamanan. Hal ini membagi dunia kepada
permusuhan dimana komitmen pengadaan teknologi militer mempunyai satu tujuan.
Globalisasi politik ini
menjadikan negara mengalami disetisasi atau pelemahan negara. Kelompok pendukung
negara mulai melokal. Komunitas perdagangan menjadi mengecil dan digantikan
oleh kepentingan lokal dan menjadi inisiatif warga negara.
Akibat globalisasi, ada beberapa
masalah yang dulu dianggap lokal menjadi masalah global. Isu masalah ini sangat
sensitif dan krusial, sehingga sering kali mengundang intervensi dari suatu
negara ke negara lain. Padahal setiap negara mempunyai hak yang absolut untuk
menentukan otonomi dari suatu negara.
Masalah hak-hak manusia (atau disebut dengan etatocentric)
akan membawa dan mengangkat kemampuan manusia untuk melawan kedaulatan negara.
Pelembagaan etatosentrik dari legal secara politik sampai kepada ekonomi telah
memberikan kesempatan kepada porsi nilai-nilai kemanusiaan dalam pembangunan.
Dalam posisi ini negara harus tunduk kepada beberapa konvensi hak asasi manusia
dan beberapa turunannya dalam konvensi hak PBB. Implikasinya, sebuah negara
harus bersikap demokratis dan siap untuk merubah beberapa kebijakan yang
melanggar etatosentrik. Internasionalisasi etatosentrik lebih cenderung
mengambarkan keberpihakan politik negara maju kepada negara dunia ketiga.
Isu lingkungan hidup menggambarkan kecemasan dunia barat terhadap ‘perilaku’ negara dunia ketiga dalam mengeksplorasi sumber dayanya. Pemanasan global, polusi, efek rumah kaca dan kelangkaan flora fauna dijadikan komoditas politik negara maju dalam mengatur kebijakan politik dan ekonomi negara dunia ketiga. Sebuah bantuan (baca : hutang) luar negeri negara dunia ketiga, acap kali dibumbui proposal lingkungan hidup (termasuk demokratisasi tentunya) dengan versi negara investor. Standarisasi ini menjadikan negara dunia ketiga menjadi tidak independen dalam menentukan sikap politik negara masing-masing.
Isu lingkungan hidup menggambarkan kecemasan dunia barat terhadap ‘perilaku’ negara dunia ketiga dalam mengeksplorasi sumber dayanya. Pemanasan global, polusi, efek rumah kaca dan kelangkaan flora fauna dijadikan komoditas politik negara maju dalam mengatur kebijakan politik dan ekonomi negara dunia ketiga. Sebuah bantuan (baca : hutang) luar negeri negara dunia ketiga, acap kali dibumbui proposal lingkungan hidup (termasuk demokratisasi tentunya) dengan versi negara investor. Standarisasi ini menjadikan negara dunia ketiga menjadi tidak independen dalam menentukan sikap politik negara masing-masing.
Kebutuhan akan agenda dan masalah bersama di antara
negara-negara di dunia mengerucut kepada ide untuk membentuk organisasi
internasional. Konsensus dari organisasi internasional ini telah membawa
kesadaran kolektif beberapa negara tehadap permasalahan yang dihadapinya.
Sebuah pembangunan di kawasan akan berhadapan dengan perbedaan budaya,
kebutuhan dan cara pandang suatu negara terhadap sikap sosial, politik,
ekonomi, budaya sampai pertahanan dan kemanan. Komunitas professional juga
mempunyai kebutuhan bersama terhadap ratifikasi traktat atau konvensi yang
diberikan oleh PBB. Pada akhirnya, jaringan organisasi ini lebih mudah untuk
digunakan dari pada kemampuan kekuatan diplomatik antara negara.
Fenomena cukup menarik ditunjukkan
bahwa globalisasi politik berimplikasi pada model hubungan internasional,
secara spesifik dengan globalisasi tiga dunia (kapitalis, sosialis maupun dunia
ketiga) dapat bersatu. Perang dingin telah menjadi sejarah, dan kepentingan
untuk membentuk dunia baru telah menjadi kepentingan bersama. Interpretasi dari
analisis ini ditunjukkan Waters (1995). Pertama pembangunan liberalisasi demi
menunjukkan meleburnya kekuatan super power (pasca Soviet). Kedua Kemenangan USA dalam perang dingin dan perang di Kuwait
(dan terbaru di Afghan) merupakan kombinasi antara negara adi daya militeristik
dengan negara yang kuat pendanaan. Ketiga kepentingan dunia yang multipolar
telah berganti menjadi model hubungan internasional.
Analisis budaya politik dibangun oleh Fukuyama
(1992) dan Huntington
(1991). Nilai dan budaya politik akhirnya mengerucut kepada kebutuhan akan
kesamaan cara pandang dalam memahami hubungan antar negara. Implikasinya setiap
negara kembali menguatkan tradisi nasionalnya agar tetap mampu bersaing dalam
dunia global.
Soros (2001) menilai kekuatan budaya negara dan bangsa
seperti etika confusian akan memenangkan pertarungan dalam globalisasi ini.
Namun pertarungan antara kepentingan pribadi dan kapitalis akan berhadapan
dengan kepentingan bangsa atau kepentingan publik. Di sinilah perdebatan antara
kapitalisme dan demokrasi. Untuk itu perlu kombinasi yang kuat antara system
kapitalisme dengan nilai demokrasi sebuah negara. Hegemoni negara adi daya yang
akan memainkan peran ini.
Dampak Globalisasi dalam bidang
Politik :
- Negara tidak lagi dianggap sebagai pemegang kunci dalam proses pembangunan. Para pengambil kebijakan publik di negara sedang berkembang mengambil jalan pembangunan untuk mengatasi masalah sosial dan ekonomi. Timbulnya gelombang demokratisasi ( dambaan akan kebebasan ).
Nama : Syarif Maulana
Kelas
: IX A +
PKN
0 comments:
Post a Comment
silahkan beri komentar kepada kami